Pandemi & Puasa: A Blessing in Disguise!

by | Apr 2, 2022 | Journal, Ramadhan Journal | 0 comments

I think it is safe to say that nobody thought that we would be confined in our homes for over two years due to a pandemic. We were very much accustomed to our daily routines: commuting to work, taking kids to school, meeting up with friends over a cup of coffee or dinner, have lengthy lunch meeting with no end in sight …and weekends? Oh don’t we all used to spend our weekends taking short getaways, eating out, watching movies, doing sports and other social activities? Busy life outside was the norm…

Sejak 2012 hingga 2019, saya menjalani Ramadhan dengan sibuk bekerja. Saya bekerja di industri otomotif. Lingkup pekerjaan saya meliputi customer relations dan marketing communications (baca lengkapnya di Days as A CR Girl). Bulan Ramadhan adalah salah satu periode peak season dari otomotif. Banyak event dan promo yang tentunya dibarengi dengan tajamnya peningkatan angka penjualan dan demand para pelanggan untuk segera dipenuhi permintaan unit barunya. Sebagai customer relations di cabang, ini adalah saat-saat saya disibukkan dengan kehadiran pelanggan komplain, menjembatani komunikasi yang kadang-kadang missed antara salesperson/Service Advisor dengan pelanggan yang silih berganti. Pada saat yang sama, di area marketing communications (di tempat saya, satu jabatan merangkap semuanya) saya disibukkan oleh ragam kegiatan promosi: mendesain tools marcomm seperti flyer, banner hingga memastikan produksinya, merchandising untuk events dan suvenir pelanggan, hingga persiapan event offline seperti gathering dan expo. Pulang kerja overtime karena persiapan dan menghadiri event selama Ramadhan bukanlah hal yang asing bagi saya. Mobil adalah rumah kedua saya. Pulang ke rumah larut malam untuk numpang mandi dan tidur lalu berangkat pagi-pagi lagi esoknya sudah biasa!

Di luar pekerjaan, masih ada kegiatan lainnya yang tak kalah menyibukkan saya saat itu. Sebuah kegiatan yang identik dengan Ramadhan. Yup! Apalagi jika bukan BUKBER alias Buka Bersama! Undangan bukber dari lingkungan pekerjaan datang silih berganti. Kalau tidak acara bukber internal cabang, bukber team sales, bukber team aftersales, bukber rekanan cabang, hingga bukber charity corporate yang ujung-ujungnya ya berupa event: siapin venue, pesan katering, merchandise, rundown acara, gimmick, cari Ustadz untuk jadi imam dan pengkhotbah, dan lain-lain. Lokasi acaranya pun beragam, mulai dari di cabang sendiri, resto, hingga hotel bintang 5 yang semuanya nggak ada yang dekat dari kantor saya. Kantor saya letaknya di ujung Surabaya Barat, lokasi acara mostly di tengah kota. Downtown and rush hour. What a combination!

Selain weekend, bisa dihitung dengan jari berapa kali saya tiba di rumah tepat waktu dan bisa buka puasa bersama orang tua saya. Lha… weekend aja kadang-kadang dapat panggilan mendadak stand by untuk event! Hehehe.

The adrenaline rush of handling such activities was a fun thing to experience. Bikin nagih dan jujur saja saya cukup menikmatinya kala itu. Saking sibuknya, nggak sempat tuh berasa badan lemes karena lapar dan haus. Tahu-tahu sudah maghrib aja! Tahu-tahu sudah Lebaran…

… which was ironic.

Bulan Ramadhan yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam, hanya “numpang lewat” akibat tingginya kesibukan pekerjaan. Saya melewatkan banyak sekali waktu buka puasa bersama keluarga di rumah. Tarawih? Ya sempatnya hanya saat weekend. Itu pun jika saya tidak kecapekan karena kerjaan. Kesempatan mengaji Al-Quran terkadang masih bisa terselamatkan karena di kantor saya ada beberapa grup Whatsapp One Week One Juz yang mengharuskan kami setoran setiap harinya. Syahdu dan bahagianya suasana Ramadhan hampir tidak terasa because I was always thinking about and doing work.

Januari 2020 saya menikah kemudian memutuskan untuk resign dari pekerjaan because I got three kids on my hands. Maret 2020, datanglah pandemi yang mengubah ritme hidup secara drastis. Kita semua benar-benar “terkurung” di dalam rumah (apalagi di awal pandemi, belum jelas ini virus apa, vaksin belum ada, kasus sangat tinggi). Dulu, nggak kebayang gimana caranya setiap hari di rumah terus, nggak bisa keluar kecuali untuk keperluan super urgent!

Seiring waktu berjalan, I started to see…

Tujuh tahun ke belakang I was always busy. Bergerak dari satu event ke event lainnya, hustling ke sana kemari. Berhenti sejenak untuk beristirahat, look around and take everything in sangatlah jarang. Jangan salah lho, saya tipe perempuan yang senang aktif dan bekerja. Cita-cita jadi full time Mom was never occured to me. Resign dari pekerjaan sedikit banyak bikin saya post power syndrome, mempertanyakan eksistensi identitas diri saya sebagai perempuan. Nevertheless, I loose some, I gain some. Now that I am fully at home and live with a slower pace, saya bisa jadi lebih tenang dan rileks, tekanan stress banyak berkurang dan saya jarang banget sakit kepala! Dulu, yang namanya paracetamol adalah benda yang tak pernah absen di tas saya karena hampir tiap minggu saya sakit kepala. Hehehe.

Tibalah Ramadhan di tengah pandemi. Pengalaman Ramadhan yang berbeda sekali dengan saat saya bekerja dulu. Sekarang, saya tidak bangun sahur dengan kondisi super kelelahan, makan sahur dengan terburu-buru dan sekenanya saja. Saya bisa menikmati bersantap sahur bersama suami dan anak-anak. Menu sahur pun lebih teratur: susu, makanan, buah, juga vitamin. Saya bisa sholat subuh dengan tenang, nggak terburu-buru karena ketiduran! Saya punya tenaga dan fokus untuk kembali rutin mengaji. mengikuti kajian online, membaca buku-buku Islami yang selama ini cuma menumpuk di lemari. Meski di rumah saja, akhirnya saya bisa tarawih berjamaah. Imamnya suami tersayang pula!

Saya pernah baca kutipan yang sliweran di Instagram, kira-kira bunyinya:

Have you ever wondered why we’re happy in Ramadan? Because we do what we were created to do.

Menurut saya, kalimat tersebut ada benarnya. Atmosfer Ramadhan itu… bahagia! Ada sense of solidarity tidak hanya dengan orang-orang yang kita kenal, tapi ya semua orang, sesama muslim because we are doing the same thing: fasting, doing prayers together. Kebersamaan bersama keluarga benar-benar bisa saya rasakan karena saya sepenuhnya di rumah dengan suami dan anak-anak, tidak terdistraksi hal lainnya. I get to have more time to call and talk to my parents. I get to invite them over for buka puasa bersama. Buka puasa bersama yang sesungguhnya menurut saya, karena bukan untuk kepentingan kolega dan pekerjaan melainkan tulus untuk dekat dan berbagi dengan orang-orang yang saya sayangi.

I get to have the time alone to reflect. Betapa banyaknya rezeki dan berkah dari Allah yang selama ini saya terima but took for granted often. Betapa sedikitnya timbal balik saya, ibadah yang saya berikan untuk Allah selama ini. I get a chance to make up for lost time: doing more prayers, spending more time taking care of my family, living a healthier and more balanced life. I get to be around with people that genuinely care for me and I truly love. I get to appreciate more, not just for the grand things, but also the many little things that happen in my surrounding.

Yes, experiencing Ramadhan in the middle of pandemic (and the uncertainty) is hard, but personally it is a blessing in disguise. Alhamdulillah, terima kasih  ya Allah.

Written by Anty

A CR Girl turned stay at home Mom of 3 kids. Missus Heroine is the place where I share my thoughts and journey adapting into my new roles as well as many other things. Here I am, in a journey of becoming the Heroine I want myself to be.

More From This Category

0 Comments

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Drop me your email and I'll slide into your inbox for updates!