
Tak terasa ya, saat ini kita telah memasuki 10 hari terakhir Ramadhan. Ada rasa senang karena kita akan segera berhasil lulus dari Ramadhan tahun ini. Semoga lulusnya dengan kualitas ibadah dan keimanan yang lebih baik dari sebelumnya, serta dengan target-target Ramadhan yang berhasil dicapai ya! Semoga kita semua dipertemukan Allah dengan Ramadhan-Ramadhan berikutnya, aamiin!
Ramadhan hampir usai, artinya sebentar lagi kita akan merayakan Idul Fitri! Idul Fitri di Indonesia identik sekali dengan beberapa kebiasaan. Pertama, jelas kebiasaan mudik, alias pulang kampung. Saat yang ditunggu-tunggu di mana keluarga saling berkumpul setelah setahun terpisah-pisah entah karena sudah berkeluarga, merantau bekerja ataupun belajar. Kedua, bagi-bagi ang pao untuk anak-anak. Hehehe… bagian ini yang diharap-harap sama anak-anak saya. Ketiga, baju Lebaran! Yup, entah sejak kapan namun Idul Fitri selalu identik dengan memakai baju baru. Dulu saat masih kecil, semangat banget saya menjelang Idul Fitri karena pasti hunting baju baru untuk dipakai di hari pertama Idul Fitri. Merayakan Idul Fitri dengan baju baru sebenarnya bisa dijadikan ajang reward untuk anak-anak agar lebih termotivasi untuk menjalankan puasa Ramadhannya. Bisa juga baju baru dimaknai sebagai representasi dari “kembali suci” setelah sebulan berpuasa. Ada keluarga yang memang punya “culture” berbaju baru saat Idul Fitri, kembaran sekeluarga. Ada juga yang tidak. Toh bukan kewajiban, tapi memang menyenangkan untuk dilakukan. Who doesn’t like playing dress up and looking good anyway?
Meski demikian, kembaran baju Idul Fitri tak sesimpel itu. Butuh anggaran yang tidak sedikit dan juga alokasi waktu. Pesan baju Idul Fitri harus dilakukan jauh-jauh hari. Mau pesan di penjahit? Paling tidak 3 bulan sebelumnya sudah siap kain dan model yang diinginkan, lalu segera pesan ke penjahit sebelum penjahitnya overload. Kalau overload, hasil jahitan bisa molor dan atau kualitasnya kurangnya baik. Mau beli jadi di local brands muslim? Hiyaaa effort untuk ikut rebutan PO-nya luar biasa! Bagi saya, selain suami dan saya sendiri, ada dua anak laki-laki dan seorang anak perempuan yang harus diurus bajunya jika mau kembaran baju Lebaran. Iya kalau dalam satu brand lengkap semua bisa sekeluarga, kalau tidak, harus extra hunting lagi. Bisa kebayang pusingnya jika tidak terencana dengan baik.
Untuk meminimalisir pusing mikirin baju Lebaran, ada trik yang saya lakukan. Sebenarnya trik ini ongoing ya, alias jalan berkelanjutan karena sifatnya long term, tidak hanya saat Idul Fitri saja. Meski demikian, tidak ada salahnya mencoba memulai lho. Triknya adalah…
Capsule Wardrobe
Capsule wardrobe is a limited selection of interchangeable clothing pieces that complement each other (source).
Capsule wardrobe adalah sebuah koleksi pakaian dengan jumlah tertentu (tidak berlebihan) namun bisa saling dipadu padankan pemakaiannya sehingga menghasilkan beberapa alternatif outfit. Pakaian-pakaian yang disusun dalam capsule wardrobe adalah pakaian-pakaian yang model dan warnanya cenderung klasik, sehingga tidak lekang oleh waktu. Meski klasik, namun style dari pakaian yang disusun dalam capsule wardrobe tersebut juga tetap menyesuaikan dengan selera pribadi, sehingga tetap ada ciri khas kita. Beruntungnya kita di Indonesia hanya terdiri dari 2 musim, hujan dan kemarau. Itupun keduanya tidak memerlukan jenis pakaian khusus/berbeda, jadi pakaian yang sama bisa digunakan sepanjang tahun. Lebih irit dan simpel lagi deh.
Ada beberapa manfaat memiliki capsule wardrobe. Pertama, space and budget saving. Yup, memiliki capsule wardrobe berarti kita sudah punya guideline pakaian-pakaian yang kita miliki: warna, model, bahan, dll. Sehingga saat hendak berbelanja, pakaian yang dibeli pun sesuai guideline, tidak lapar mata belanja banyak atau asal pilih tren sesaat lalu bingung mau diapakan ketika trennya sudah lewat. Anggaran belanja pun bisa terjaga serta tidak menghabiskan banyak tempat di lemari pakaian kita! Kedua, time efficient and avoiding decision-fatigue. Punya koleksi pakaian yang terkurasi dengan baik, cocok item-nya satu sama lain memudahkan kita saat harus memilih mau pakai baju apa setiap harinya. Mudah dipadu padankan, tidak butuh waktu lama untuk kita berpikir, dan tentunya mengurangi tekanan pengambilan keputusan di pagi hari yang sudah pasti hectic. Jarang-jarang deh kita bilang, “Aku nggak punya baju!” Padahal bajunya ada selemari! Ketiga, capsule wardrobe is more sustainable. Dengan memiliki sekelompok pakaian yang sudah dikurasi untuk bisa dipakai berulang-ulang serta dipadu padankan, otomatis mengurangi kemungkinan kita “membuang baju” alias dipakai sebentar lalu dibuang. Banyak lho limbah pakaian/fashion dan itu menjadi problem tersendiri. At least we don’t contribute to that by having curated wardrobe (source).
Menyusun Capsule Wardrobe
Banyak website fashion yang menyajikan tips dan step-by-step cara menyusun capsule wardrobe. Di sini saya akan menjelaskan cara simpel yang saya gunakan dalam menyusun capsule wardrobe untuk saya, suami, juga anak-anak. Proses menyusun capsule wardrobe ini saya kerjakan dengan santai, seadanya kesempatan dan budget sehingga masih ongoing hingga sekarang.
-
Wardrobe Mapping

Melalui wardrobe mapping ini saya memetakan aktivitas sehari-hari kami berlima. Setelah aktivitas terpetakan, kita jadi bisa melihat dan menentukan jenis-jenis pakaian apa yang dibutuhkan untuk masing-masing aktivitas. Seorang yang berprofesi sebagai freelancer, tentunya membutuhkan koleksi pakaian yang berbeda dengan mereka yang bekerja formal di kantor. Also, remember the saying, “dress for the occasion”? Nah ini salah satu caranya supaya tidak salah kostum.
Kebetulan untuk aktivitas saat weekdays, pekerjaan suami dan tentunya sekolah anak-anak kesemuanya menggunakan seragam. Lumayan tertolong deh saya, tidak terlalu pusing mikirin kombinasi pakaian formal dan rapi untuk ngantor dan sekolah. Hanya ada satu hari kerja, yaitu Jumat, di mana suami memakai baju bebas. Biasanya selang-seling antara batik dan kemeja koko untuk sekalian dipakai Jumatan. Untuk celananya sendiri fleksibel, karena bisa memakai celana bahan ataupun chinos.
Masing-masing orang memiliki selera berpakaian yang berbeda-beda. Di sini saya memetakan, mana saja sih style pakaian yang disukai oleh setiap anggota keluarga. Di samping itu saya juga memetakan, mana sih model pakaian yang cocok dan tidak cocok dipakai oleh masing-masing. The style of the clothing should enhance your features and make you feel more confident.
Sebagai contoh, suami saya tidak suka memakai kemeja lengan pendek untuk jalan-jalan but he is fine with polo shirt or baju koko. Baju koko yang saya pilihkan untuk suami adalah yang style-nya modern, jadi tekstur bahan dan bordirnya itu bukan yang a la baju koko jadul seperti biasanya.
Baca juga: Referensi online shop belanja baju untuk suami
I also bought him casual shirt, tapi yang pakai mandarin collar, alias kemeja lengan pendek dengan kerah seperti baju koko. Kemeja seperti ini, juga baju koko style modern adalah item yang versatile: bisa dipakai pengajian, sholat di masjid, juga keren untuk dipakai jalan-jalan. T-Shirt is a big no no for my husband to wear karena membuat profil suami jadi kurang berwibawa hehehe. The same styling goes for my two boys, except for the T-Shirt. My boys love T-Shirt karena nyaman buat mereka bergerak jadi saya juga beliin beberapa T-Shirt. Pilihan baju-baju lainnya kurang lebih senada dengan suami agar mudah dibuat kompakan dan juga karena saya ingin mengajari Day dan Dil to dress up well.
Untuk saya, I prefer loose dress yang panjangnya either midi / ankle length atau maxi alias menyapu lantai sekalian. Tipikal dress yang saya suka adalah yang minimalis, tidak kebanyakan kerah-kerah gemes, frills, dan kiwir-kiwir lainnya yang berkesan “ramai”. Siluet favorit saya adalah lurus boxy atau drop waist sekalian. The same thing applied for Dza’s clothing. Bedanya, she wears empire silhouette karena lebih imut buat anak-anak. Sejak awal saya mau mengajarkan Dza untuk pakai jilbab syar’i dan pakai dress panjang. Mengajari Dza untuk menutup aurat dengan benar, karena anak perempuan usia baligh-nya jauh lebih cepat dari anak laki-laki. Dibiasakan dari kecil juga biar saat ABG sudah terbiasa dan tidak labil copot-pasang jilbab hehehe. We still have 1-2 pair of jeans untuk occasions yang membutuhkan kami pakai celana but for the most times, we wear dresses.
-
Creating the color palette
Color palette adalah serangkaian kombinasi warna yang cocok untuk dipadu padankan. Di sini saya menyusun color palette dalam tiga kelompok. Pertama, neutrals, warna-warna basic yang berfungsi sebagai dasar warna dalam berpakaian. Warna-warna ini timeless, versatile alias bisa match dengan warna apa saja, juga non-competing alias tidak akan berusaha “balapan cari perhatian” dengan warna lain yang dipasangkan dengannya. Anggaplah neutrals ini sebagai kanvas!
Kedua, complimentary colors. Warna yang dimasukkan dalam complimentary colors ini bisa juga warna netral, seperti beige, pale pink, dll. Pada umumnya complimentary colors adalah versi soft/pucat dari warna-warna cerah.
Neutrals + Complimentary Colors = Outfit
Ketiga, accent colors. Warna-warna yang tergolong dalam accent colors ini adalah warna yang lebih terang dari dua kelompok warna sebelumnya. It doesn’t have to be the brightest color out there as long as it stands out compared to the other two color groups. Umumnya sih cuma 1-2 warna, digunakannya salah satu dalam sekali waktu. Fungsinya adalah to give a pop of color saat disandingkan dengan neutrals atau complimentary colors.
Berikut contoh color palette yang saya buat untuk capsule wardrobe kami berlima.

You could see that we all have the same neutrals: white, grey, black. The same goes with complimentary colors: we share the same range of colors: cream, beige, brown, and pale pink. Ada beberapa perbedaan di accent colors namun tetap ada benang merahnya. Jadi, kami bisa kembaran berlima, or the boys twinning with their dad while I am twinning with Dza. Either way, jatuhnya tetap kompakan dan kelihatan kalau ini satu keluarga! Hehehe.

-
Wardrobe Audit
The next thing we do is wardrobe audit. Eits, jangan keder sama istilahnya karena ini sebenarnya hanyalah memilah pakaian yang sudah dimiliki di lemari:
-
-
- Pisahkan pakaian yang masih layak pakai & tidak layak pakai (yang sudah tidak layak bisa dipakai buat lap ya, biar tidak langsung jadi sampah!)
- Kumpulan pakaian yang masih layak pakai, kita bagi jadi beberapa bagian: a) Tetap disimpan karena warna, model, ukuran pas dengan kita. b) Disumbangkan karena warna, model, ukuran tidak cocok dengan kita.
-
Nah, setelah selesai dipilah, barulah kita mulai mencicil, mengumpulkan items yang perlu ditambahkan untuk melengkapi capsule wardrobe kita. Kalau ternyata sudah lengkap semua, ya alhamdulillah. Terkadang, kita tidak menyadari bahwa pakaian kita sudah cukup komplit karena tidak pernah dipilah, ketumpukan baju-baju random yang tidak pernah kita pakai.
The Takeaways
Menyusun capsule wardrobe adalah solusi ideal dalam menyiasati baju Lebaran. Tidak hanya untuk occasion Lebaran saja sih, tapi juga untuk kegiatan sehari-hari. Baju-baju yang saya beli pun adalah local brand yang harganya cukup affordable, bukan branded luar negeri dengan harga selangit kok! Pasukan saya banyak, jadi harus bijak mengelola budget! Hehehe.
Selain manfaat dari memiliki capsule wardrobe seperti yang sudah saya sampaikan di awal tadi, ada alasan kenapa saya repot-repot mengurus baju seperti ini. Kalau buat suami jelas untuk brand image dan wibawa sebagai kepala keluarga ya. Sebagai istri, kewajiban saya untuk “merawat” suami apalagi untuk tipe laki-laki yang tidak mau ribet mikirin pakaian seperti yang bersangkutan hehehe. Jangan sampai suami keluar rumah dengan penampilan yang acak adut seperti tidak ada yang memperhatikannya di rumah! Buat saya pribadi, I do this capsule wardrobe simply because I love fashion and I love playing dress up. Random colors clashing gives me headache.
Last but not the least, I want to teach my kids to be mindful with their appearance!
There is no such thing as sloppy dressing. Tidak ada ceritanya pakai baju asal-asalan. Sejak awal, anak-anak harus bisa memahami bahwa mereka harus berpakaian yang sesuai dan pantas. Baju belel untuk di rumah, ya tidak dipakai nge-mall. Mau sholat di masjid? Pakailah baju koko yang licin rapi. Mau sepedaan dan main bola di kompleks? Silakan pakai sandal jepit. Mau nge-mall atau kumpul keluarga santai? Minimal pakai alas kaki sandal gunung yang rapi atau slip on shoes. Berpakaian yang sesuai dan pantas, alias dress for the occasions ini juga menunjukkan bahwa kita menghargai diri kita sendiri dan orang-orang yang berinteraksi dengan kita.
You are the result of what you do, what you say, and what others think about you.
Itu adalah pesan yang disampaikan dosen mata kuliah Public Relations saya saat berkuliah dulu. Bagaimana orang menilai / mempersepsi diri kita adalah berdasarkan apa yang kita lakukan (this include how we present ourselves to the outside world through clothing), apa yang kita katakan, serta apa yang orang pikirkan tentang kita. Jadi, pastikan apa yang terlihat dari luar, benar merupakan representasi kepribadian kita. Sayang ‘kan, udah jadi anak sholeh baik-baik, tapi karena perilaku dan penampilan yang asal-asalan, orang jadi kurang respek atau menilai kita yang tidak-tidak misalnya.
Semoga sedikit sharing ini bisa menjadi referensi trik untuk menyiasati ide baju Lebaran ya!
Dari dulu pengen mengatur lemari yang rapi berdasarkan warna pakaian dan jenisnya, jadi diliat dan pas ngambilny biar enak.
Masih belum kesampaian.
Ayo Mba, semangat! It doesn’t have to be perfect, karena saya juga ngerjainnya sambil dicicil dan yang penting have fun while doing it hehehe…