
The Back Story
Ibu saya adalah tipikal Chinese Tiger Mom. It is more of a praise instead of an insult. Something I genuinely thank her for!
Saya memiliki sepupu yang sepantaran dengan saya. Kami belajar di sekolah dasar yang sama, namun tidak satu kelas. Ibu saya kerap membandingkan pencapaian saya dan sepupu. Jika saya mendapat nilai ujian 90 misalnya, dan sepupu saya mendapat nilai lebih tinggi, she would’ve said, “Sepupumu itu lho nilainya lebih tinggi… Kamu kok cuma segini, nanti kalau ujian lagi naikin nilainya!” Begitu di kesempatan berikutnya saya mendapat nilai 100, Ibu saya berkomentar, “Naaah gini lho bagus… Besok gini lagi ya!” Begitu pula terhadap beberapa teman sekelas saya yang sama-sama bersaing merebut ranking 3 besar. Selalu ada komentar Ibu mengiringi setiap pencapaian hihihi! Hal ini ditambah dengan status saya sebagai anak pertama. Ekspekstasi dan target dari orang tua, terutama Ibu (karena yang dominan memonitor dan mengungkapkan ‘kan Ibu ya) kepada saya tinggi sekali: harus detail, harus jadi nomor satu, dll.
Eh sebentar… Bapak saya juga ding! Saya ingat beliau pernah bilang begini, “Namamu itu berawalan huruf A. Huruf A itu alfabet nomor 1. Biar kamu jadi anak itu nomor 1 (pencapaiannya dll maksudnya!).” Kalau mengikuti teori parenting jaman sekarang pasti orang tua saya sudah disebut toxic parents ya. Hihihi.
Saya cenderung pendiam dan menurut, jadi ya ekspektasi dan target itu saya jalankan saja. Sedikit banyak sikap orang tua saya membentuk kepribadian saya. I felt satisfied kalau sudah berhasil mencapai target yang ingin saya raih. Begitu pula sebaliknya, jika target yang saya inginkan belum tercapai, rasanya tidak enak. I am very aware about my competitors. Sekeliling yang menjadi “pesaing” saya. I worked hard to be ahead of the competitors. Saya jadi orang yang detailed dan perfeksionis. Hal ini terbawa terus sejak masa sekolah, kuliah, hingga menjadi orang dewasa. Jadi ketua panitia event di kampus hingga proses mengerjakan skripsi segalanya harus detail dan perfect. Hasilnya harus bagus, ibarat nilai itu harus dapat A.
Ketika saya bekerja, I realized kalau saya ini semacam “pupuk bawang”. Anak baru, di cabang baru, dengan Kepala Cabang yang baru dipromosikan pula kala itu. Hadeeeuh tiap kali ada event mesti kebagian tugas yang aneh atau tidak signifikan. Lha dasarnya saya kepingin dominan dan saya kebetulan melihat ada beberapa peluang yang bisa saya masuki. Jadilah saya ngotot ke Kacab saya kala itu, agar sebuah acara presscon ditempatkan di cabang kami saja instead of other branch. Udah gitu saya pakai embel-embel kalimat, “Kalau semua-semuanya diserahkan ke (CR/cabang) yang senior terus kapan regenerasinya, kapan dong yang baru-baru kaya saya dapat kesempatan!” Sejak itu semuanya bergulir dan saya berkesempatan untuk berkontribusi signifikan. I enjoyed doing my creative contribution to the events. I enjoyed that seniors and bosses listened to my suggestions and ideas. I enjoyed the feeling of accomplishment. I loved that people acknowledge my achievements.
And I still do, even though now I am married and already resigned from my 7 year tenure.
Why Blogging Challenge?
Blog ini sudah ada sejak 2009. Awalnya blog ini terbentuk sebagai bagian dari tugas perkuliahan saya yang saat itu mengambil jurusan Ilmu Komunikasi. Since I love writing, along the way I decided to keep the blog alive. Alive but not well lived, alias jarang diperhatikan. Iya, selama bekerja, every now and then blog ini saya update mengenai cerita event-event ataupun keseharian yang saya alami di pekerjaan. Ada yang baca tapi readership-nya tergolong biasa saja jika tidak mau disebut rendah. Muncul dan booming-nya platforms baru seperti Youtube, Instagram, dan TikTok membuat orang sepertinya banyak bergeser ke media-media tersebut and blogging’s popularity seemed to wane. Beberapa blogger yang dulu saya nikmati tulisan-tulisannya pun berpindah haluan. My friends left the blogosphere also. Mulai deh terasa kesepian.
Setelah resign, saya pun mulai membenahi blog ini. Mulai meng-update kontennya meski masih belum sering dan konsisten, hingga pindah platform dan pasang domain. Lalu saya bergabung dengan komunitas ini, Blogger Perempuan Network.
Saya mengetahui adanya 30 Day Ramadhan Blog Challenge ini sejak tahun lalu. Sayangnya, saat itu saya belum siap untuk mengikuti. Masih riweuh sama hal-hal lain dan sudah telanjur terlambat 2 minggu. Rasanya dengan load saat itu tidak mungkin saya menyusul postingan selama 2 minggu. This year I prepared better. Sudah cek jauh-jauh hari agar tidak ketinggalan start challenge-nya.

Transisi status dari corporate worker yang sibuk ke sana kemari menjadi full time Mom wasn’t an easy thing. Up to this point, I am still adjusting to it. Sudah biasa “eksis”, nyetir ke sana kemari, doing meetings, having adults discussions, analyzing reports, as well as making decisions. Sekarang saya harus di rumah terus and doing domestic things alias mengurus rumah dan anak-anak, meskipun menyenangkan tapi terasa ada bagian yang hilang. Terasa hilang karena saya sejujurnya menikmati proses hustling dan memeras otak saat bekerja dahulu. Terasa ada yang berbeda karena sekarang sehari-seharinya saya harus berbicara dengan bahasa dan logika anak-anak. I do miss adults talks and the tough discussions. Meskipun pekerjaan saya di rumah cukup padat, namun I don’t feel that productive. Saya ingin melakukan sesuatu untuk diri saya sendiri dan menghasilkan karya bagi saya sendiri. Mengikuti blog challenge dan menghasilkan karya tulisan yang konsisten selama 30 hari is one of the way to be productive.
Joining this blog challenge is also a way for me to challenge myself. Menantang diri saya untuk meluangkan waktu dan tenaga di tengah padatnya kegiatan urusan rumah tangga dan anak-anak. Harus bisa menyelesaikan challenge yang ada dengan komitmen dan disiplin, tanpa excuse seperti mager, capek, dan lain-lain. Jika diingat-ingat, dulu pun saat bekerja, menantang diri sendiri jadi salah satu kegemaran saya. Lagi banyak-banyaknya pelanggan komplain atau report yang harus diselesaikan, tiba-tiba Kepala Cabang saya muncul dan bilang, “Anty, ayo bantuin ada event ini lho… Waktu (persiapan)nya cuma 3 hari.” “Iya Pak, ayo Pak,” jawab saya. Lalu kamipun spaneng bersama menghadapi deadline event yang mepet. Hehehe. I love the adrenaline to that.
I state my principle out loud: I am myself first, before my other roles (as wife, Mom, daughter, etc). Yes, as a woman I have many roles yang harus dijalankan, meski begitu bukan berarti mengesampingkan diri sendiri dan kehilangan identitas diri saya which I have honed and crafted for years before I embraced the new roles. And writing? It is one of the things that I love. Tulisan merupakan medium untuk mengungkapkan pemikiran saya secara elaborate, mengekspresikan perasaan dan pendapat saya secara terstruktur dan well documented. It is a way to influence other people’s thought and point of view. Kegemaran saya menulis sudah sejak saya masih di bangku sekolah dasar, diawali dengan hobi curhat di diary dan mengarang cerpen. Dalam 30 hari blog challenge ini, tema boleh sama untuk setiap peserta, namun angle yang diangkat serta konten artikel yang ditulis tentunya berbeda-beda. It’s the beauty of writing that I love.
Melalui tulisan, I can share a bit of myself to the readers. It also a way for me to preserve my sense of self. Menjaga agar identitas pribadi saya sebagai individu tetap eksis meski menjalankan berbagai peran lainnya. Terkadang, kesempatan dan frekuensi bertemu muka menjadi jarang. Ketika dapat bertemu pun, tak selalu banyak waktu untuk saling mengenal ataupun bertukar cerita. With my kids, my old friends, or my family members I rarely met, sometimes we are busy rushing from one thing to another, sehingga jadi lupa untuk slow down dan saling mendalami satu sama lain. Apalagi saya tipe orang introvert, tidak banyak bicara di lingkungan baru ataupun ketika berada di tengah orang-orang yang jarang saya temui. Blog challenge selama 30 hari ini mau tidak mau “memaksa” saya untuk konsisten preserving eksistensi diri saya dengan menuangkan pemikiran dan pendapat lewat beragam tema yang berbeda setiap harinya.
Pekerjaan dan juga beragam projects yang saya lakukan sejak di bangku kuliah hingga bekerja, semuanya tak lepas dari kreativitas. Ada kekhawatiran di diri saya bahwa jika saya sudah tidak aktif di luar rumah lagi, sepenuhnya mengurus rumah tangga dan anak-anak, maka kreativitas akan mati. Untungnya saya masih punya blog ini dan hobi menulis saya, selain hobi bebikinan yang lainnya. Menulis di blog dan mengurus sendiri blog ini adalah cara saya untuk selalu mendaur ulang kreativitas. Di-challenge untuk menulis artikel setiap hari, selama 30 hari, dengan tema yang berbeda-beda tentunya merupakan salah satu cara saya untuk terus mengeksplorasi ide kreatif saya. Dari tema yang diberikan per harinya, kira-kira, mau saya tulis seperti apa ya?
Sebuah blog yang rajin di-update dengan ragam konten yang berkualitas tentunya akan lebih menarik untuk dibaca. Mengikuti blog challenge ini adalah salah satu trik agar saya rajin meng-update blog secara berkualitas, harapannya ya agar ujung-ujungnya dapat meningkatkan visibility blog saya. Blognya sudah ada dari dulu, namun update kurang konsisten, sehingga yaaaaa yang baca juga tidak terlalu banyak. Harapan lainnya sih melalui challenge ini saya juga bisa memperluas wawasan dan network dengan sesama blogger perempuan ya.
Last but not the least, I join this blogging challenge to encourage my kids: to learn and explore new things, to train themselves to read longer reading materials, to be more active and creative. Karena saya di rumah setiap hari, tentunya setiap kegiatan yang saya kerjakan pasti dilihat oleh anak-anak. Mereka sering penasaran, Mami sedang apa? Apa yang Mami buat? Tujuannya untuk apa? Caranya bagaimana? Harapan saya dengan mengikuti kegiatan positif seperti blogging challenge ini, bisa menginspirasi Day, Dil, dan Dza untuk mau aktif, tidak bingung kepingin menonton TV, browsing tidak jelas, atau main Nintendo saat weekend, melainkan juga bisa kepikiran untuk mengisi aktivitas mereka dengan hal-hal manual yang mengasah kecerdasan berpikir dan kreativitas mereka.
I feel you mbak. Dari yang biasanya tiap hari gerak handle photoshoot lalu tetiba resign di rumah aja full jaga anak, rasanya iya happy tapi kita yang terbiasa gerak cepet handle ini itu jadi kayak apa ini. 1-2 hari mah happy banget akhirnya bsa relax nggak mikir kerjaan. hari-hari selanjutnya meronta tsay. hehehehe…
by the way, tampilan blogmu lucu hehehe. Sukses iya say sama blognya. semoga selalu rajin update.
Iya… Aaaah akhirnya ketemu sama yang senasib! hehehe.. Bukan berarti kita menyesali pilihan kita sekarang, tapi yaaa emang semangat kalo lagi kerja hehehe. Terima kasih anyway! Iya sedang berusaha lebih rajin update blog nih. Btw kusudah mampir ke blogmu Mba, nyenengin bacanya! 😉
Saluuut, mba anty kliatan banget usahanya utk striving memberikan yg terbaik dan harus tetep produktif 👍. Dulu pas masih kerja di bank sebelumnya, aku sering dapat anak baru yg kebanyakan diam aja, baru mau gerak pas disuruh. Pasiv. Seandainya dulu aku dapat subordinate yg kliatan mau kerja dan belajar gitu, berkurang 1 beban 😅..
Blog challange ini menantang banget sih. Dan sampe skr aku blm bisa untuk ikutan. Ada bbrpa alasan sebenernya, pertama terbentuk waktu kerja juga, kedua temanya yg berbeda-beda takutnya nabrak Ama Niche blogku yg traveling dan kuliner. Soalnya aku memang ga mau campur adukin tema lain ke dalam blog utama ini. Sbnrnya ada sih blog kedua, tapi itu juga Niche nya ulasan buku 😁. Ntah kenapa aku LBH suka punya blog yg berniche drpd yg bertema lifestyle, di mana bisa nulis macem-macem. Kecuali memang niat bikin blog baru lagi 🤣.
Palingan challange yg aku ikutin skr ini, reading challange dan menuliskan ulasannya di buku. Menariknya challange tersebut based on color dari cover buku. Kayak bulan April ini temanya buku bercover kuning. Apalagi aku suka banget baca, ya udah ikutan. Toh ga harus tiap hari postingnya. Senemu bukunya 😁.
Hehehe… Makasih banyak! Sepertinya karena udah bawaan nggak bisa diem ya aku, pinginnya ngapain aja terus… makanya berusaha banget supaya blog jalan dan diniatin bener kali ini ikutan blogging challenge setelah tahun lalu kelewat hehehe. Jujur aja aku juga ada kekhawatiran, jika tidak “memaksakan” diri buat produktif di rumah, nanti lama-lama jadi lemot dan males. Hiks usaha membangun etos kerja dan belajar bertahun-tahun jadi sia-sia nanti. Sekalian juga biar kasih contoh ke anak-anak, apapun situasinya harus aktif dan produktif.
Btw iya nih, aku juga ada pengalaman mirip2 jaman kerja dulu. Cuma ini ama anak magang. Pernah dapat anak magang yang rajin dan mau belajar, enaknyaaa bener2 terbantu dan aku jg jadi semangat buat sharing ilmu. GIliran berikutnya dapat yang cuma magang ala kadarnya, sedihhh malah kitanya jadi tambah repot!
WOw.. reading challenge ya, seru ituuu dan berat juga kaaan harus konsisten bacain buku2nya dulu dan terus-terusan pula! Salut!