“Mami, Ramadhan kurang berapa lama lagi?”
“Aku udah nggak sabar mau Ramadhan…”
“Mami aku suka kalo Ramadhan karena bisa makan subuh-subuh.”
Tiga kalimat yang kerap kali diucapkan oleh Day, Dil, dan Dza (bisa tebak, Dza mengucapkan kalimat yang mana? Hehehe) sejak berbulan-bulan lalu. They can barely contain their excitement towards Ramadhan, alhamdulillah. Beragam alasan yang diungkapkan anak-anak, mengapa mereka semangat menyambut Ramadhan: ada takjil manis-manis dan segar saat berbuka, libur panjang saat Idul Fitri, bisa makan sebelum sholat subuh sehingga nggak kelaparan saat subuhan, dan lain-lain. Yup, alasan-alasan polos anak-anak but nevertheless, them being excited is a good starting point. Sebuah modal awal untuk meningkatkan kecintaan mereka terhadap agamanya.
Bagi saya, Ramadhan kali ini adalah Ramadhan kedua saya sebagai istri (Cieeeeeee..) dan Mami. Ingat kalimat “standar” berikut yang diucapkan oleh orang-orang saat menikah?
“Wah dulu sahur sendirian sekarang sahurnya sama suami!”
“Sekarang kalo puasaan bangunin suami dan masak-masak nih.”
Well, reality is not always as ideal… more often than not saya yang dibangunin ama suami dan digeret ke dapur wahahaha. Saya mengakui kok, saya ini pelor alias nempel molor. Bagi saya, kasur dan bantal punya gaya gravitasi yang besar, apalagi setelah seharian urus rumah dan anak-anak kecil.
Sebelum berlanjut, mari kita kilas balik ke Ramadhan tahun lalu, sekitar 3-4 bulan setelah saya menikah. Saya merasa keteteran dan “capek” karena dua hal. Pertama, karena saya masih dalam tahap adaptasi dengan situasi serta peran baru sebagai istri dan Ibu. Kedua, saya marathon buat aneka takjil untuk anak-anak dan suami hampir setiap hari. Poin plusnya, sekarang saya jadi punya daftar menu takjil sih namun karena “fokus” di jajanan dan the idea of “istri dan Ibu yang baik menyiapkan takjil untuk keluarganya” seperti gambaran di media, saya jadi kurang fokus untuk mendalami esensi puasa itu sendiri (plus balikin perut jadi rataan dikit) dan mengajarkannya ke anak-anak. Anak-anak pun jadi fokusnya ke jajanan: nanti sore jajanan apa, besok jajanannya apa.
Nah, berkaca dari pengalaman tahun lalu, saya bertekad untuk menjadikan Ramadhan tahun ini lebih bermakna untuk anak-anak dan saya. Pada Ramadhan tahun ini saya ingin anak-anak belajar lebih banyak mengenai Islam dan Al-Quran, namun dengan cara yang mereka bisa nikmati. Cara pertama adalah dengan mempersiapkan buku jurnal dan ragam bacaan bernuansa Islami. Sebelum Ramadhan tiba, saya udah borong beberapa buku, sekaligus Ibu dan suami membelikan seri buku untuk anak-anak.
Pertama, Diary Ramadhan. Ingat tidak, jaman masih SD dulu setiap siswa diberi buku jurnal Ramadhan yang harus diisi dengan catatan khotbah tarawih plus tanda tangan Imam serta Ustadz tarawih setiap harinya? Nah, Diary Ramadhan ini adalah upgraded version dari jurnal jadul itu. Hahaha. Sebenarnya jika saya baca keterangannya, Diary Ramadhan ini ditujukan untuk anak-anak berusia 8-13 tahun. Age group Day, meski Dil dan Dza masih belum masuk golongan age group tersebut. Buat saya tidak apa-apa sih, desain bukunya full color dan imut, menarik untuk anak-anak. Field yang harus mereka isi setiap harinya pun cukup ringan, menurut saya Dza pun bisa memahaminya.
Kesibukan beraktivitas cenderung membuat kita meremehkan hal-hal kecil, kurang bisa memaknai nilai dan pelajaran yang kita dapat di hari itu. Ujung-ujungnya, hari berlalu begitu saja. Ehhh.. tahu-tahu sudah Idul Fitri! Itu yang saya rasakan serta saya amati dari kegiatan anak-anak Ramadhan tahun lalu. Di sinilah Diary Ramadhan memainkan perannya. Checklist yang ada di Diary Ramadhan ini terdiri dari: hafalan surat, mengaji, perbuatan baik hari ini, serta pohon syukur. Di bagian jurnal harian, ada field yang harus diisi oleh anak-anak seperti: rencana kegiatan hari ini, menu sahur, checklist sholat 5 waktu, serta doa hari ini. Ada pula bacaan pendek mengenai kisah-kisah yang patut diteladani. Lengkap!
My kids were born privileged. Nope, saya bukan mengejek, bersyukur malah… tapi saya mengakui bahwa mereka lahir dan tumbuh di lingkungan yang sangat nyaman, di mana kebutuhan dan keinginan mereka mayoritas dapat terpenuhi. Teman-teman sekolah mereka pun berasal dari golongan yang cukup mapan. Anak-anak saya terbiasa melihat ke atas dan tidak punya pembanding, tidak melihat langsung jenis kehidupan lain yang tidak seperti mereka. Berbeda dengan suami dan saya yang sejak kecil sudah pernah merasakan hidup enak dari orang tua tapi juga merasakan susahnya krisis ekonomi dan makan tahu tempe saja, harus mandiri karena di luar kota, tidur tidak pakai AC (ini sih suami wahahhaa. Maafkaaan ‘kan saya punya alergi), naik motor, angkot, dan lain sebagainya. Keseluruhan pengalaman itu membentuk kami untuk jadi pribadi yang InsyaAllah lebih bersyukur dan resilient. Tahan banting. I must admit that I have my concerns towards the kids. I worry that they will become entitled serta manja dan arogan. Gelap hati, which is the root of all evil.
Harapan dan tujuan saya, dengan menulis detail aktivitas ibadah Ramadhan mereka, anak-anak jadi bisa lebih mengingat pengalaman mereka (karena mereka menuliskannya sendiri instead of didongengin orang lain atau cuma di awang-awang saja!). Saat mereka menuliskan pengalaman mereka di diary, they see it for themselves: banyaknya rezeki yang diberikan Allah kepada mereka dan wajib mereka syukuri. Rezeki dan nikmat itu tidak melulu sesuatu yang bentuknya grand alias jumbo dan mewah, karena buat saya justru hal-hal kecil, simple things that we tend to take for granted are the ones that add up to our happiness.
Memotivasi anak-anak untuk lebih bersemangat dalam belajar mengaji dan menghafal surat-surat Juz Amma merupakan salah satu alasan saya menyediakan Diary Ramadhan untuk anak-anak. Memang, sehari-hari pun anak-anak diwajibkan untuk mengaji dan menghafal surat Juz Amma. Biasanya kegiatan ini dilakukan malam hari setelah dinner. Nah, momen Ramadhan ini adalah momen yang tepat untuk meningkatkan intensitas dua kegiatan tersebut. Adanya doa dan rencana harian yang harus diisi mengharuskan anak-anak untuk lebih mindful dan belajar untuk beraktivitas dengan terencana, tidak nggrambyang!
Last but not the least, saya ingin mendorong anak-anak untuk BETAH MENULIS! Menulis di sini maknanya yang pertama adalah agar anak-anak belajar menuangkan pikiran, pertanyaan, konsep, dan perasaannya. Biar nggak dipendem sendiri, biar nggak aaa iiii uuu eee ooooo jika hendak menyampaikan sesuatu, biar tahu juga bagaimana berkomunikasi secara tertulis (minimal skill bisa dipakai untuk chat guru dan teman sekolahnya dengan sopan). Kedua, literally bermakna menulis: pegang pensil/bolpen dan kertas. Saya mengamati, metode pembelajaran di sekolah sekarang berbeda dengan jaman suami dan saya dulu. Saya cek buku tulis anak-anak, dalam satu tahun ajaran hanya sekitar 5-10 lembar dari buku tulis yang terisi. Berbeda dengan dulu, di mana setiap mata pelajaran mengharuskan kami sebagai siswa untuk mencatat materinya hingga berlembar-lembar (padahal di buku sudah ada materi juga) bahkan kadang juga jadi juru tulis di papan tulis. Poin plus dari metode sekolah sekarang adalah anak-anak di-encourage untuk banyak berdiskusi dan berani bicara, but the downside is anak-anak baru menulis dua baris sudah merengek capek karena mereka tidak terbiasa. Gemes ‘kaaan.
Sambil menunggu sholat subuh, atau kadang-kadang seusai sholat subuh, Day, Dil, dan Dza lesehan di depan TV untuk mengisi Diary Ramadhan mereka. Ngisinya pakai pensil, biar bisa dihapus buat tahun depan ya! Hahaha. Sempet keder juga pas di bagian checklist tadarus, karena mereka masih mengaji di tahap Tilawati, belum sampai di Al-Quran. Saya bilang bahwa tidak apa-apa, tulis saja progress Tilawati sudah sampai halaman berapa. Seneng banget saya, melihat Day, Dil, Dza asik sendiri mengisi Diary Ramadhan mereka.
Kedua, saya membeli buku Anak Cerdas Hafal Hadis dari penerbit Qids. Buku ini saya beli sebagai pelengkap buku yang duluuu banget saat awal nikah saya bawa untuk anak-anak, berasal dari penerbit yang sama dengan judul Doa-Doa Pilihan. Tentu saja, karena buku ini ditujukan untuk anak-anak maka desainnya colorful dan lucu namun tetap mengikuti kaidah yang ada, gambar-gambar tidak dibuat menyerupai makhluk hidup. Melihat gambar-gambar manusia yang tidak ada wajahnya, anak-anak pun bertanya ke saya, “Kenapa kok nggak ada mukanya, Mami?” Nah, di sinilah saya berkesempatan untuk menjelaskan mengapa, setidaknya agar anak-anak tahu landasan/dalilnya bagaimana. Jadi jika nanti seiring berjalannya waktu saya mulai menertibkan gambar-gambar makhluk hidup di rumah, anak-anak tidak kaget dan bisa menerima. Perubahan memang idealnya dilakukan bertahap dan secara halus, karena nature-nya manusia ‘kan sebagai makhluk yang butuh waktu untuk beradaptasi.
Buku Anak Cerdas Hafal Hadis ini berisi kompilasi 100 hadis yang temanya sesuai untuk anak-anak, alias meliputi hal-hal basic, seperti: kewajiban menuntut ilmu dan beribadah, bagaimana harus berbicara dan bersikap dengan sesama, pentingnya doa dan dzikir, serta akhlak dan adab. Saya sendiri juga senang punya buku ini karena saya jadi punya pegangan saat mengajari atau menasehati anak-anak. Biar nggak dipikir Mami yang ngadi-ngadi dong wahahaha. Sama dengan buku hadis, buku Doa-Doa Pilihan juga berisi kumpulan doa sehari-hari yang tentunya sesuai dengan tuntunan.
Selanjutnya ada seri buku MasyaAllah yang terbagi menjadi dua, yaitu Keajaiban Sains dalam Al-Quran dan Keajaiban Sains dalam Hadis terbitan Pustaka Arafah. Isinya penjelasan IPA dan Biologi ditinjau dari analisis ilmiah serta ditunjukkan juga sumber/landasan Al-Quran dan Hadisnya. Beberapa contoh bahasannya: Sungai di Dasar Laut, Dari Mana Besi Berasal, Rahasia Jaring Laba-Laba, Mengapa Dianjurkan Mengucap Alhamdulillah Saat Bersin, dan lain-lain.
Next, ada seri My First Islamic EncyclopeBee dari penerbit Pustaka Lebah. Kira-kira seminggu sebelum Ramadhan dimulai, Ibu whatsapp saya untuk beli seri ensiklopedi tersebut. Ibu ingin agar anak-anak punya dan gemar bacaan-bacaan Islami, nggak cuma bacaan-bacaan umum. Awalnya saya masih diam aja, mikir juga karena baru aja saya beli buku-buku untuk anak-anak… daaan namanya Ibu saya orangnya resourceful ya, nggak kehabisan ide, saat makan siang bersama di rumah Eyang, Ibu langsung nodong suami saya, “Kuh, ayo beli buku ini, ‘kan mau puasa, Ibu tuh kepingin anak-anak suka bacaan yang Islami begini.” Hehehehehe.
Ternyata, bukunya baguuuus! Terima kasih Ibu! 💕 Total ada 11 buku yang setiap bukunya punya topik tersendiri, yaitu: Miracles of Shalat, Theology, Mathematics, Physics and Chemistry, Biology, Astronomy, Geology, Health, Literature, History, Economics, dan Social Politics. Tenang, meskipun judulnya menggunakan bahasa Inggris, tetapi teks di dalamnya full pakai bahasa Indonesia kok! Seperti buku-buku lainnya, Islamic Encyclopebee ini tentunya full color dan disertai gambar ilustrasi agar anak-anak tertarik dan betah membaca. Meski setiap bukunya tipis (kurang lebih 40-an halaman) namun uraian di dalamnya cukup detail lho. Saya pun ikutan baca dan cukup wow begitu tahu isi buku ini. Suami juga sempat komen saat Day bercerita tentang apa yang dia baca dari salah satu buku ini, “Berat juga ya bacaannya buat anak-anak.” Hehehe. Nggak apa-apa, sejauh yang saya amati anak-anak fine-fine saja tidak kesulitan memahami.
“Baca nak.. Iqro, iqrooooo.. dulu itu malaikat Jibril menyampaikan wahyu Allah ke nabi Muhammad yang diomongin sama malaikat tuh Iqrooooo.. alias baca, bukan main. Yang namanya membaca, bacaan tuh sumber ilmuuuuuuuuuu…”
Kayanya Day, Dil, dan Dza udah hafal “lagu” saya yang satu itu. Tiap kali anak-anak free dan mereka sudah bosan bermain, ataupun sudah menghabiskan kuota screen time mereka dan mulai ngeluh, “Mami, mau ngapain lagi kita…” Saya tahu, anak-anak pasti bosen “dikurung” di dalam rumah selama setahun lebih pandemi ini. Hiburan mereka di rumah adalah bermain bersama, nonton TV, main Wii (saat weekend), dan membaca. Yeah, saya mengkategorikan membaca sebagai hiburan biar mereka doyan hahaha. Nevertheless, I refuse to give up to the circumstance. Di saat peer group anak-anak banyak mengisi waktu di rumah dengan screen time, suami dan saya sudah sepakat untuk istiqomah dengan pembatasan screen time yaitu hanya 2 jam setiap harinya.
Membaca, adalah kegiatan yang saya ingin biasakan kepada Day, Dil, Dza. Day memiliki curiosity yang besar akan ilmu pengetahuan sehingga membaca bukanlah hal yang susah untuk Day. Challenge ada pada Dil dan Dza. Dil adalah anak kinestetik, duduk diam, membaca, serta memahami konteks bacaan bukanlah kegiatan favorit Dil. Namun, mau tidak mau, Dil harus dibiasakan. Hal ini sejalan dengan pesan dari wali kelas Dil. Sumber utama materi-materi pelajaran, ilmu agama, ataupun ilmu pengetahuan lainnya diperoleh dari buku bacaan. Reading habit is crucial! Dza baru satu tahun ini lancar membaca. Sebenarnya karena sudah lancar membaca, rasa ingin tahu Dza akan bacaan otomatis meningkat, dan Dza sendiri cukup betah membaca novel. Iya, saya belikan novel St. Clare’s karya Enid Blyton untuk Dza baca meski usianya masih 6 tahun. Geliat semangat Dza untuk membaca membuat saya ingin semakin meningkatkan intensitas membaca Dza. Membiasakan Dil, dan juga kedua saudaranya untuk membaca akan melatih mereka untuk: sabar dan tekun membaca hingga bacaannya tuntas, meningkatkan kemampuan untuk memahami kalimat dan konteks kalimat, meningkatkan perbendaharaan kata mereka, juga secara tidak langsung melatih mereka untuk memahami cara menyusun kalimat yang baik dan benar. Cara menyusun kalimat bahasa Indonesia sesuai struktur: SPOK dan sebagainya sekarang tidak diajari di sekolah, plus paparan bahasa gaul dari Youtuber dan influencer menurut saya membuat anak-anak sekarang kesulitan untuk berbahasa Indonesia dengan baik, benar, dan yang terpenting: SOPAN! Meski Day, Dil, Dza kami larang menonton Youtube dan tidak kami beri akses media sosial, namun tetap saja, kata-kata gaul sedikit banyak mereka dengar dari teman-teman mereka.
Out of sight, out of mind! Jika biasanya buku-buku tertata rapi di lemari buku, maka khusus buku-buku bacaan Islami ini saya letakkan di coffee table depan televisi. Spot di depan televisi adalah hub kami berlima. Anak-anak banyak menghabiskan waktu di area tersebut untuk duduk di lantai dan bermain bersama, main Wii, menonton TV, ataupun membaca buku. Bengong ngumpulin nyawa saat baru bangun tidur juga biasa mereka lakukan di sini. Harapan saya, dengan meletakkan buku-buku ini di hub kami bersama, akan memancing keinginan anak-anak untuk membacanya selama Ramadhan. Tentu saja, di awal saya juga sounding ke anak-anak bahwa Mami dan Abi sudah menyiapkan bacaan selama Ramadhan dan harus diletakkan di atas coffee table.
Seperti biasa, saat memasuki Ramadhan ada yang namanya libur awal Ramadhan dari sekolah anak-anak. Jika saya gabung dengan weekend, kurang lebih ada 5 hari libur bagi anak-anak. Saya ingin libur awal Ramadhan ini bermanfaat, tidak sekadar diisi dengan bermain Wii dan menonton TV. My husband and I had a discussion and we decided that during the day off our kids can have 3 hours of screen time, instead of the usual 2 hours. Supaya adil dong, memberikan anak-anak kesempatan untuk melepas penat dari sekolah dan tugas-tugas. Meski demikian, allowance ini diimbangi dengan kewajiban untuk “belajar” bersama saya untuk persiapan Ramadhan. Jadi schedule-nya adalah, kurang lebih jam 9 setelah anak-anak mandi dan menyelesaikan household chores mereka, saya mengajak anak-anak untuk menonton kajian pendek. Hmmm.. kalo mau dibilang kajian juga kurang tepat sih karena singkat banget durasinya. Saya compile playlist Youtube yang isinya video-video singkat berdurasi sekitar 5-10 menit dari Ustadz Khalid Basalamah, Ustadz Syafiq Riza Basalamah, Yufid TV, serta beberapa video animasi tentang kisah-kisah Islami.
Di hari pertama, I discussed with the kids mengenai sifat wajib nabi yaitu Shiddiq, Amanah, Tabligh, dan Fathonah. Ada materi tentang topik tersebut yang saya putarkan untuk kami tonton bersama. Setelah menonton bersama penjelasan mengenai keempat sifat wajib tersebut, kami berdiskusi bersama. Simpel sih diskusinya, pertama anak-anak menjelaskan kembali apa yang mereka pahami mengenai sifat wajib nabi. Selanjutnya saya menjelaskan bagaimana sifat wajib tersebut bisa kita teladani dan terapkan di keseharian. Kami sharing, contoh perbuatan yang sudah masing-masing dari kami lakukan, dalam rangka menerapkan masing-masing sifat wajib. Nah, saya beri masing-masing anak selembar kertas, for them to gather their thoughts before taking turns explaining. Day, karena dia yang paling besar ya, sudah cepat mengerjakan dan selesai. Kebiasaan Day kalo sudah selesai, dia ngoceh-ngoceh, ajakin saya bicara padahal Dil butuh waktu untuk berpikir daaaaaaan Dil paling tidak bisa konsentrasi kalo berisik. Jadilah Dil ngomel-ngomel minta kakaknya diam karena dia kesulitan mikir! Hehehe. Terus Dza bagaimana? She had no problem thinking di tengah keramaian, but she needed more time to write down her thoughts. Kadang cemberut karena belum selesai menulis tapi kakak-kakaknya keburu bicara semua hehehe. Overall, saya senang dengan antusiasme anak-anak. Ketiga anak saya tentunya berbeda usia, Day Dil hanya berjarak setahun, sedangkan Dza yang paling kecil masih berusia 6 tahun namun mereka bertiga semangat untuk berusaha berpikir, memahami, dan menjawab. Saya pun sering amaze sendiri mendengar jawaban dan argumen dari mereka.
Selesai belajar, it’s reward time! Anak-anak boleh nonton Youtube….. tapiiii yang ditonton adalah Nussa dan Rara! Hohoho, Youtube masih dilarang lah buat anak-anak, kecuali untuk menonton Nussa dan Rara, itupun harus di bawah pengawasan saya! Kami berempat menggelar karpet di depan komputer dan lesehan sambil menonton Nussa dan Rara. Jujur saja, sebenarnya saya juga demen sama Nussa dan Rara. Ceritanya sangat sederhana, lucu, dan yang terpenting ada nilai moral dan kutipan ayat Al-Quran ataupun hadis di setiap episodenya. Jadi anak-anak nonton sambil tetap dapat ilmu. Sesi belajar dan nonton bersama ini selesai antara jam 12.00-13.00. Biasanya jam segitu kami makan siang bersama, namun karena puasa, alokasi waktunya bisa digunakan anak-anak untuk bermain Wii atau menonton TV tentunya setelah sholat Dhuhur dulu ya! Rule of thumbs-nya di rumah, jika mau nonton TV/bermain, seluruh school assignments dan sholat Dhuhur harus sudah selesai dikerjakan. Kewajiban dulu baru hak! Sore hari setelah bangun tidur, mandi, dan sholat Ashar, anak-anak mengisi waktu sambil menonton TV (jika jatah screen time masih ada) dan membaca buku.
Hari kedua libur, dilanjutkan dengan belajar bersama seperti hari pertama. Kali ini saya memutarkan video pendek dari akun Youtube Ustadz Khalid Basalamah. Ada beberapa video yang saya putarkan untuk kami tonton bersama: Keutamaan Bismillah, Keutamaan Dzikir dan Kalimat Tauhid Laa Ilaha Illallah, Diingatkan Kok Marah? dan Berbuka dengan Kurma (Ustadz Syafiq Risa Basalamah). Materinya memang ringan dan benar-benar basic, hal-hal fundamental yang ingin dan sedang kami terapkan untuk anak-anak di rumah. Anyway, belajar dari keribetan persiapan buka puasa Ramadhan tahun lalu (I was sooooo clueless) saya kepingin di Ramadhan kali ini untuk berfokus pada rasa syukur dan kesederhanaan, alias tidak ada takjil aneh-aneh dan fancy (kalaupun ada hanya sesekali). Makanya mumpung masih awal Ramadhan, anak-anak saya puterin video sunnahnya berbuka dengan air mineral dan kurma hahaha. Sebuah aktivitas simpel, namun karena sunnah, jika dikerjakan InsyaAllah berpahala. Aamiin. Toh tanpa mereka sadari, Day, Dil, dan Dza ini beruntung, punya aneka jajanan di rumah, bisa minum susu dan makan aneka menu berbeda setiap harinya. Bahkan berbuka hanya dengan kurma dan air saja, menurut saya adalah hal kecil yang patut mereka syukuri. Di luar sana banyak orang yang boro-boro mau buka puasa pakai kurma, air bersih saja belum tentu ada. Lagipula, rasa haus dan lapar yang sudah ditahan seharian sambil nungguin jam maghrib dan berkhayal nanti kepingin makan/minum apa saat buka, itu cuma ada di pikiran saja. Begitu adzan maghrib berkumandang, air mineral diteguk, tenggorokan langsung segar. Kurma yang manis dimakan, langsung on lagi tubuh yang tadinya lemas. So, no jajan, no worry!
Ada beberapa video lain yang saya putar dan tonton bersama-sama dengan anak-anak: Futur (Lemahnya Iman) dari Yufid TV, ini merupakan versi animasi dari kajian yang disampaikan Ustadz Syafiq Riza Basalamah. Ada juga video mengenai larangan menggambar makhluk hidup dan beberapa video lainnya lagi. Silakan cek di link playlist berikut ya.
Hari ketiga libur, diisi dengan bersama-sama menonton video animasi Kisah Pahlawan Khalid bin Walid serta Kisah Nabi Yusuf. Saya ingin anak-anak tahu, bahwa Islam juga memiliki superhero yang justru benar-benar super karena mereka bukan makhluk planet Kripton, atau dilengkapi dengan teknologi terkini, tapi literally a human with a heart of gold, intelligence and enormous courage. Boleh kok doyan sama Superman, Iron Man, Spider Man, Batman, tapi anak-anak juga harus tahu real life superhero yang membela dan menegakkan agamanya.
Seperti biasa, selesai sesi belajar, kami menonton Nussa dan Rara bersama-sama. Hore!!!
Back then when I was still working, I spent most of my Ramadhan hustling from regular office duty to customer gatherings and other events. Gimana nggak, Ramadhan adalah peak season penjualan unit kendaraan sekaligus keluhan pelanggan yang demand agar unit mereka segera dikirim untuk dipakai berhari raya. Otomatis banyak aktivitas yang dilakukan untuk sales boosting, plus banyak “agenda sosial” alias buka puasa bersama. I enjoyed the activities but those activities had a downfall: Ramadhan saya lewatkan untuk sekadar berpuasa saja, tapi ibadah lainnya seperti tarawih yaaaaa… jujur aja, jarang ada waktu dan energi untuk melakukannya. Sedih lho. Padahal ambience bulan Ramadhan itu beda dengan bulan-bulan lainnya. Lebih festive, lebih membuat semangat, eeeeh ibadahnya malah biasa aja. Maka dari itu, Ramadhan kali ini mumpung sudah “pensiun” dari kerja kantoran, saya kepingin bisa melaksanakan sholat tarawih lagi, lengkap bersama anak-anak. Saya ingin anak-anak punya habit bertarawih selama Ramadhan. Tahun lalu, anak-anak dan saya (hiks) melewatkan sholat tarawih. Goal tahun ini adalah kami sekeluarga bisa melaksanakan bersama-sama.
Satu lagi aktivitas yang dikerjakan selama Ramadhan, namun kali ini hanya untuk Dza saja. Saya mengikutkan Dza ke sebuah kelas Ramadhan yang berdurasi selama 30 hari. Penyelenggaranya adalah Cendekiawan Cilik. Kelas Ramadhan ini merupakan kelas yang berisi aktivitas-aktivitas stimulus kognitif, motorik, dan afektif anak sebelum memasuki tingkat SD. Pas dengan Dza yang Juli nanti InsyaAllah akan masuk kelas 1 SD setelah gap year setahun. Setiap hari ada aktivitas yang harus dikerjakan dan dikumpulkan via whatsapp group juga ada sesi Zoom meeting sebanyak dua kali. Nah, untuk lebih detailnya aktivitas ini akan saya bahas di post terpisah ya, sekaligus untuk dokumentasi kegiatan Dza selama mengikuti kelas Ramadhan tersebut. Untuk menyambut Ramadhan sekaligus membangun semangat Dza untuk belajar, saya bikin bunting flag Marhaban Ya Ramadhan. Template-nya unduh dari Familia Kreativa. Setelah saya print, Dza dan saya bersama-sama menggunting dan memasang tali dari sisa kain jahit untuk menggantung bunting flag tersebut.
***
The Review
The grand plan of this Ramadhan activity was to give my kids 30-days of Islamic study. Maunya, setiap hari ada materi ringan yang bisa dipelajari bersama anak-anak. Plan awal ya muterin kajian-kajian pendek dari beberapa ustadz untuk ditonton dan dibahas bersama. Untuk bisa menjalankan plan ini, saya harus mempelajari materinya dulu dong in advance. Untuk memastikan bahwa materinya cocok dan dapat dipahami anak-anak serta memastikan saya bisa membawa materi ini untuk diskusi bersama. Ternyata nggak semudah yang saya bayangkan. I had my regular house work: memastikan rumah bersih dan rapi, general cleaning, chaperoning Day dan Dil sekolah online, mendampingi Dza mengerjakan aktivitas Kelas Ramadhannya setiap hari, serta mendampingi Day dan Dil mengerjakan school assignments mereka. Eh tau-tau sudah waktunya tidur siang aja alias waktunya ngelonin Dza yang super rempong kalo mau tidur siang. Tau-tau udah Ashar aja, waktunya bangunin anak-anak, mandi sore, siapin buka puasa dan dinner, etc. Kapaaan waktu browsing dan mempelajari materi? Hiks!
A little note to myself: tahun depan, saya harus prepare minimal 2 bulan sebelum Ramadhan supaya ada cukup banyak waktu dan energi (nggak cuma baju Lebaran aja yang di-prepare 2 bulan in advance ya Antyyyyy). Kemarin waktu saya untuk persiapan cuma sekitar 1-2 minggu, jadi wajar juga sih kalo kepepet hehehe. ‘Kan bisa, Day dan Dil didaftarkan program Ramadhan juga seperti Dza? Bisa siiih emanggg… akan tetapi, a) waktu persiapan mepet sehingga saya nggak sempat browsing dan compare program dengan tuntas; b) budget-nya sodara-sodara, sama dengan bayar sekolah satu bulan; c) Mayoritas kelas Ramadhan untuk age group Day dan Dil dilaksanakan secara online alias video call lagi seperti sekolahan. Ummm… sudah cukup yaaa buat saya Senin-Jumat di pagi hari jadi satpamnya bocah-bocah, nggak perlu ditambahin jadi satpam online saat sore hari atau weekend. Kerjaan masih banyak and I need to rest and have some me-time too!
Jadi sebenarnya saat awal Ramadhan sudah terlintas di benak saya, “Ini bisa nggak nih konsisten 30 hari belajar buat 3 anak. Proyek ambisius ini.” Hahaha. Jadi buat antisipasi, saat libur awal Ramadhan 3 hari itu lah saya maksimalkan buat anak-anak belajar. Terus sekalian dikasih pesan kalo selama Ramadhan wajib belajar lewat buku-buku bacaan Islami yang sudah disediakan. Dan ternyata bener aja, setelah libur awal Ramadhan selesai dan Day-Dil mulai sekolah lagi, waktu dan energi mereka pun habis untuk sekolah dan mengerjakan tugas-tugas. Apalagi saya menerapkan sistem, pulang sekolah harus langsung kerjakan assignments sampai selesai, baru boleh menonton TV/bermain. Pernah juga saking banyaknya assignments, anak-anak nggak main/nonton TV sama sekali atau kelewatan nap time mereka. Hehehe. Gapapa, learning process!
Saat awal-awal Ramadhan, Day, Dil, Dza semangat mengisi buku Diary Ramadhan. Makin ke sini, makin jaranglah itu diary diisi kalo nggak dipanggil-panggil dahulu. Mengisi diary ini memang hal yang baru buat anak-anak, jadi nggak apa-apa. Now the kids know what to do and expect for next year’s Ramadhan: mengisi Diary Ramadhan dengan konsisten dan lebih dalam merefleksi. Saat hari terakhir puasa, the five of us sat down for iftar dan membahas bersama: tujuan dan manfaat mengisi Diary Ramadhan, that it was good the kids wanted to learn something new and wrote down their Ramadhan experience in the diary. Evaluasinya, tahun depan harus lebih disiplin dan detail dalam mengisi, supaya lebih bisa memaknai, apa yang mereka pelajari dan harus syukuri setiap harinya. Sekaligus latihan untuk konsisten dan tuntas dalam mengerjakan sesuatu.
Salah satu hal yang saya sukai saat Ramadhan ini adalah ketika rumah tiba-tiba hening, dan saat saya mengecek keheningan yang tidak biasa ini, ternyata Day, Dil, dan Dza lagi asyik membaca buku bacaan Islami yang sudah disiapkan untuk mereka! Alhamdulillah, memang Ramadhan ini saat di mana saya nggak henti-hentinya bersyukur. Saya seneng banget lihat anak-anak mau baca buku-buku ini. Meski bacanya kadang loncat-loncat, sebentar buku A, terus ganti buku B, tapi yang jelas sesedikit apapun yang mereka baca dan pelajari, itu adalah bagian dari ilmu agama.
Alhamdulillah, Ramadhan kali ini Day (9 tahun), Dil (8 tahun), dan Dza (6 tahun) bisa berpuasa dari subuh hingga maghrib selama 30 hari penuh! They went through fasting just like any other day: meski sering tanya ke saya kapan adzan maghrib tapi Day, Dil, Dza tetap ceria, ketawa-ketawa, loncat-loncat as if mereka tidak berpuasa. No drama, lots of laughter! 💕
Saya bersyukur, Ramadhan kali ini kami berlima bisa melaksanakan sholat tarawih bersama-sama. Bagi saya, ini adalah ibadah Ramadhan yang banyak terlewatkan kala saya masih bekerja di kantor. Saya bersyukur, anak-anak meski terkadang tampak bosan mengikuti rakaat tarawih yang banyak, atau terkantuk-kantuk, namun tetap semangat untuk sholat tarawih dari hari pertama hingga terakhir. Ada 1-2 hari yang bolong sih karena beberapa hal, tapi nggak apa-apa. The silver lining is: tahun ini sudah membangun habit tarawih bersama yang InsyaAllah bisa jadi benchmark untuk tahun depan. 💕
Satu lagi, niatnya saya bikin posting mengenai aktivitas Ramadhan ini ya saat masih puasa kemarin. Tapi apa daya, ternyata repot juga, dan nggak sempat buat duduk di depan laptop. Hahaha.
حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ(Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung) QS. Ali Imran 173
May we all be a better muslim after this Ramadhan. May our fasting, prayers, sodaqoh, and any other good deeds during Ramadhan be granted and rewarded by Allah SWT.
May our sins be forgiven. Aamiin.
Alhamdulillah ya Allah for everything.
0 Comments