Friends is by far my most favorite TV Series. I enjoy Gossip Girl, Scandal and Bones, but hey… Friends is the one TV series that I can watch over and over again without being bored. Off course, I associate myself with Rachel: she’s thin, she likes and works in fashion and she has Ross that’s hopelessly in love with her. In real life, I think I’m more of a Monica: (sometimes annoyingly) competitive, a bit know-it-all, highly detailed and a clean freak. My #2 son once said, “Mami lho ada noda setitik aja langsung dipel.”
Ummm… gemes rasanya lihat ada kotor-kotor atau berantakan sedikiiit aja and everyone seems to be ignoring it, nggak dibersihkan tapi dilewatin begitu saja. Saat masih ngantor dulu juga saya dicap sebagai si super higienis dan bersih, sampai-sampai kalo butuh tissue, hand sanitizer, lotion, tinggal tanya saya saja karena pasti benda-benda itu ada di tas saya. Jadi, bisa dibayangkan ya ketika saya berumah tangga, salah satu fokus saya pada kebersihan dan saya kalo bersih-bersih bisa sampai keringetan dan pegel seperti habis exercise. Di rumah saya memang ada Bibi yang membantu, tapi tetap, for the deep cleaning and details biasanya saya juga turun tangan.
It was December 8th, 2020. Saat anak-anak sedang sekolah online, saya bersih-bersih seperti biasa tapi cukup lama. Selesai bersih-bersih, saya masuk kamar untuk selonjoran sebentar di tempat tidur dan lalu mandi. And I saw spots on my pants.
I layed down and called my husband. Khawatir kenapa-napa padahal hamil baru aja mulai. Hiks. We decided to visit RSIA Kendangsari, since it was the nearest hospital dan karena sekarang masa pandemi, jujur saja saya merasa sedikit lebih aman jika memeriksakan kehamilan di rumah sakit khusus bersalin. Sebelumnya saya telepon ke RSIA dan browsing review Obgyn cepet-cepet untuk dokter yang saat itu sedang available, Dr. dr. Hendra S. Ratsnawan, SpOg.
Sekitar jam 10.00 kami berdua pergi ke RSIA. Setelah menunggu kurang lebih 1,5 jam, akhirnya dipanggil juga untuk check up. Lamanya menunggu karena saya pasien baru. Di RSIA sendiri ada fasilitas booking antrian via WA sehingga saat datang ke lokasi tidak perlu menunggu terlalu lama. Hanya saja booking via WA baru bisa dilakukan untuk konsultasi kedua, setelah nama saya terdaftar sebagai pasien.
Saat periksa, I told the doctor what happened, sekaligus infoin kalo area perut bawah/rahim seringkali terasa nyeri (kira-kira seperti saat dilep lah…) terutama ketika terlalu lama duduk tegak, membungkuk, dan mondar-mandir. Kemudian dokter melakukan USG, dan menjelaskan kepada saya gambaran USG tersebut: kantong rahim mulai mengembang, pertanda tubuh mempersiapkan diri untuk tumbuhnya janin… tapi karena masih dini, janin belum bisa dilihat.
Sewaktu pulang dari RSIA, we shared the information to Mama (yup, I live with my Mom-in-Law), that I am pregnant. Mama bilang, “Udah nggak usah ngepel-ngepel bersih-bersih dulu, 5 bulan ya sampai kuat. Nggak apa-apa lho ya kalo Mama cerewet.” Hore! Dapat permit buat nggak usah bersih-bersih! Sebenarnya dalam hati saya mikir juga sih, apa bisa saya betah ya ngeliat ada yang berantakan, terus saya diem aja nggak bersihin… meski nggak ada yang minta saya buat bersih-bersih juga sih… but I have 3 veryyy active kids, therefor house is seldom neat without constant deep cleaning.
Suami saya bilang, biar nanti anak-anak saja bagi tugas ekstra untuk bersih-bersih. Tadinya sempat skeptis, kalo anak-anak yang bersihin yaaa.. bersih siiih tapi nggak bakal maksimal ‘kan? Tapiii di sisi lain, ya saya mau kehamilan saya sehat dan lancar, jika untuk mencapai itu saya harus ekstra asupan buah dan protein serta jadi tuan putri yang nggak ngapa-ngapain, yaaa why not ‘kaaan? Hehehe.
Toh selama ini Day, Dil, Dza (9 tahun, 8 tahun, 6 tahun) sudah dibiasakan untuk mandiri menyapu, mengepel, dan merapikan kamar masing-masing setiap pagi, cuci gelas minum sendiri, bawa piring kotor sendiri ke dapur, dan diminta ikut bantuin kalo suami saya lagi utak-atik entah urusan handyman bapak-bapak ataupun tanaman. Usia anak-anak juga semakin besar, apalagi sebentar lagi Dza akan masuk SD… jadi memberikan mereka sedikit tambahan tanggung jawab juga tidak apa-apa sih. Goal saya adalah membesarkan anak-anak yang disiplin, mandiri, dan tidak entitled. Menurut saya, hal itu dimulai dari kebiasaan simpel saat masih anak-anak seperti sekarang, yaitu tandang gawe di rumah. Just like what my father and Eyang Putri used to preach me back then. Hehehehehe. Kalo sudah dewasa dan berumah tangga begini ternyata nasihat-nasihat yang dulu saya terima saat kecil (dan saya anggap remeh) kembali muncul ke permukaan memori dan membuat saya membatin, “Oh iyaya ternyata bener ya…”
Awalnya saya belum berniat memberi tahu Bapak dan Ibu. Habisnya di USG juga belum keliatan janin saya. Kata dokter ‘kan tunggu 2 minggu lagi baru kelihatan… kalo infoin sekarang, berasa infoin sesuatu yang hampa. Suami saya juga sempat bilang untuk tunggu hasil kontrol kedua saja dulu. Di sisi lain, ya bimbang juga sih, masa akhirnya hamil tapi nggak bilang-bilang sama ortu sendiri? Nevertheless, I sent cryptic message to my brother. Nitip macem-macem kala dia belanja, seperti madu, habbatussauda, ini dan itu printilan yang saya tahu dia pasti beli dan saya pasti mau. Terus saya namanya ‘kan adik sendiri, he smelled something fishy off course. Ya sudah, ceritalah saya. Meski saya bilang untuk tidak share dulu ke Bapak dan Ibu karena I will let them know myself when the timing is right.
Beberapa hari kemudian, my brother texted me, “Kamu udah bilang Bapak ama Ibu belum? Kalo kamu belum bilang kamu melewatkan kesempatan emas doa orang tua.”
Well, waiting for another 2 weeks is too long. I wouldn’t want to miss the gift of prayers from my parents. Lagipula saya ingat, dari awal-awal menikah, Ibu sering bilang, “Ayo kapan kamu hamil? Biar Ibu bisa nimang cucu cepetan. Mumpung Ibu masih muda ini.” Terus saya jawab, “Iya Bu, masih bisa bantuin ngemong cucu ya wkwkwkwkwk.”
I video called my parents the next day, I guess. Pagi-pagi saat jam sarapan. Setelah pendahuluan panjang lebar…
“Bu, aku mau cerita.”
“Apa?”
“Tebak dong apa…”
Jeng jeng…
“Ohhh kamu hamil?” jawab Ibu sambil nyengir-nyengir.
“Iya. Mohon doanya ya Bu. Bla bla bla…,” saya cerita kronologis testpack sampai doctor visit.
Agak berasa anti klimaks sih waktu cerita sama Ibu. Saya kira Ibu bakalan bereaksi heboh. Typical Mom reaction, begitu harapan saya. Ternyata kok respon Ibu saya cool-cool aja. GR duluan saya nih. Ibu saya yang biasanya heboh, kenapa nggak heboh saat diberi tahu kalo anaknya hamil? Nggak terima hehehe!
Anyway, kemudian Ibu berpesan untuk hati-hati dan juga sabar, jangan gampang ngomelin anak-anak (tau aja kalo saya cerewet wkwkwk). She also reminded me on her own experience while she was expecting me. Dulu Ibu hamil saya saat masih ngantor. Kantor Ibu di lantai 2, sedangkan toilet dan musholla di lantai 1. Alhasil, setiap hari Ibu naik turun tangga hingga terjadi bleeding dan harus bed rest total 3 bulan. Kata Ibu, “Dulu akhirnya Ibu disuruh sama dokter buat resign, trus Ibu di tempat tidur 3 bulan nggak turun. Mandi diseka Bapak, makan di tempat tidur. Pokoknya kamu ati-ati ya…”
I do hope my baby will grow well and healthy inside my belly. I can’t wait to have a baby yang bisa didongengin macem-macem dan diapa-apain since day one.
Terima kasih ya Allah fot this unexpected gift!
0 Comments